Sebenarnya apa sih istimewanya STAN sampai selalu
menjadi korban “kekerasan” media ? Bagi pejabat pemerintah di tingkat
kementerian hal ini tentu tak asing lagi di telinga mereka, karena
memang yang mendominasi dari pejabat-pejabat tersebut adalah alumni
STAN. STAN sendiri merupakan sekolah “plat merahnya” Kementerian
Keuangan, sehingga kita tahu bahwa setelah menyelesaikan pendidikan di
STAN kita diwajibkan untuk mengabdi pada negara untuk mengelola keuangan
negara sebagai bagian dari tugas Kementerian Keuangan seperti
penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak, perencanaan anggaran
negara, dan penentuan kebijakan fiskal pemerintah, serta masih banyak
lagi yang tugas yang diatur dalam undang-undang. Tapi hal ini tidak
cukup bagi beberapa kalangan orang untuk mengusik keeksistensian dari
STAN sebagai pencetak pencetus ide-ide yang nantinya dapat digunakan
oleh pemerintah untuk membuat kebijakannya.
Menanggapi komentar dari salah satu media cetak
tentang STAN yang dikemukakan oleh salah satu anggota dewan yang
terhormat, terus terang saya sebagai salah satu bagian yang masih aktif
dalam kegiatan sehari-hari di STAN merasa sangat tidak setuju dengan
pernyataan Anda yang menyatakan bahwa STAN harus digabung menjadi satu
dengan perguruan tinggi negeri hanya untuk sistem penerimaan pegawai di
lingkungan Kementerian Keuangan. Sebenarnya apa yang salah ya dengan
sistem yang saat ini berlaku di STAN? Katakanlah mereka mungkin hanya
menganggap bahwa pendidikan di STAN itu hanyalah mencetak koruptor saja,
tapi anggapan itu salah besar bagi saya. Mereka tidak pernah tahu
bagaimana pendidikan dan pengajaran sehari-hari yang dilakukan di STAN.
Bahkan media pun hanya menerima instan saja informasi yang diterima
tanpa tahu bagaimana dan dari mana sumber itu berasal dan terpaku untuk
mengabarkan dengan sesegera mungkin.
Anda tidak tahu bagaimana proses kami diajar dan
dididik di kampus ini, Anda tidak tahu bahwa kami sangat menjunjung
tinggi integritas dan kejujuran kami dalam menempuh semuanya hingga kami
lulus kelak. Apakah Anda juga tahu bagaimana cara kampus lain mendidik
para mahasiswanya yang sekarang juga tersangkut kasus hukum lain? Tentu
tidak kan, karena Anda hanya bisa berkata tanpa bisa membuktikannya di
lapangan. Apakah kampus ini mengajarkan bagaimana caranya korupsi dan
suap? Yang terjadi adalah sebaliknya, kami disini sangat diuji
kejujurannya sebagai calon pegawai negara nantinya, bahkan hingga setiap
kali ketahuan mencontek saat ujian saja, ancamannya kami siap angkat
koper dan pergi jauh-jauh dari kampus pemerintah ini. Itulah yang
membuat kami merasa kagum dengan kampus ini, sehingga untuk menuju
keberhasilan benar-benar dibutuhkan usaha kejujuran dari diri sendiri
tanpa harus butuh kerja sama dari orang lain. Kami menghargai
kedisiplinan yang diterapkan di kampus ini bapak-bapak yang terhormat.
Saya tahu apa yang sebenarnya dipikirkan dan
menjadi pertanyaan bagi mereka saat ini dan beberapa waktu yang lalu.
“Kalau STAN itu dididik dengan cara seperti itu (kejujuran –dalam
komentar saya) mengapa oknum pajak dari alumni STAN bisa korupsi?”
Begitulah kira-kira hal yang menjadi pemikiran bagi sebagian orang.
Jawabannya adalah lingkungan kerja mereka. Mereka melakukan hal “busuk”
itu saat udah menempati dunia kerja, bukan saat mereka menjadi mahasiswa
yang lahir untuk menjadi pegawai. Jadi apapun alasannya saat mereka
kerja, mereka sudah tidak ada kaitannya lagi dengan civitas akademika.
Dan perlu klarifikasi saja kalau orang-orang di Indonesia ini banyak
yang korup bukan hanya dari STAN saja, banyak dari kampus lain yang
didikannya sudah tidak benar. Dan juga perlu diingat bahwa alumni STAN
yang menjadi direktur Bank Dunia juga ada, akan tetapi sampai saat ini
setahu saya media tidak pernah tahu keberadaannya. Jadi kepada
orang-orang yang menghujat tolong klarifikasi pernyataan Anda sebelum
Anda berkata. Bangsa ini butuh perubahan, bukan hanya informasi yang
tidak valid dan kata-kata semata. (HPN)
(http://politik.kompasiana.com/2012/06/07/stan-korban-kesalahpahaman-media-469172.html)
(http://politik.kompasiana.com/2012/06/07/stan-korban-kesalahpahaman-media-469172.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar