oleh : Satria Arga Nugraha Kusumayudha
Tak Pernah disangka, berawal hanya dari ucapan teman-teman ayah, sempat terlupakan, di tengah-tengah keterbatasan, jalan itu dibukakan lagi oleh-Nya
12 Juli 2006. Bertepatan dengan ulang tahun ayah saya, teman-temannya semasa SMA datang ke rumah. Saat itu mereka bercerita tentang anak-anaknya yang sebagian besar seumuran dengan saya. Saya yang ketika itu baru saja menginjak kelas 9 SMP diberikan saran oleh Beliau-beliau untuk setelah lulus agar masuk di almamater ayah saya den teman-temannya itu. Saya hanya mengiyakan sebab saat itu saya belum ada pikiran sama sekali mengenai SMA mana yang akan saya jadikan tempat persinggahan menuntut ilmu berikutnya. Setelah itu, mereka mulai membahas masalah dunia perkuliahan. Saya yang berada disana akhirnya kembali diberi saran untuk masuk di PTN-PTN yang terkenal di negeri ini dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan yang menggiurkan menurut saya pada waktu itu. Dan tak disangka, tersebutlah sebuah nama. STAN. Sempat heran saya, yang lain memakai awalan un- atau U- sebagai singkatan universitas, kini ada nama universitas yang tidak memakai U- atau un- . Setelah diberikan penjelasan mengenai STAN, saya sedikit mulai tertarik sebab iming-iming ke depannya sangat menggiurkan contohnya langsung kerja setelah lulus tanpa harus melamar pekerjaan dan uang kuliahnya gratis.
Hal-hal tersebut mengenai STAN masih terngiang di dalam pikiranku hingga dulu sempat di saat saya dan teman-teman saya sedang mengobrol di kelas mengenai tujuan SMA, tempat kuliah, dan cita-cita, saya tanpa ragu menjawab ingin kuliah di STAN. Mereka semua bertanya-tanya, “apa itu STAN?”. Saya kembali menjelaskan apa yang saya dengar dari penjelasan ayah dan teman-temannya dan saya beri penekanan di “kuliah gratis” dan “langsung dapat kerja”.
Keesokan harinya, mereka semua berubah pikiran mengenai universitas mana yang akan mereka masuki di masa yang akan datang. STAN jawab mereka. Saya sempat heran bagaimana bisa dalam semalam mereka bisa berubah pikiran? Padahal sebelumnya kami semua sempat eyel-eyelan saling membanggakan kampus cita-citanya. Orang tua mereka ternyata yang memberi gambaran tentang STAN setelah teman-teman saya menanyakannya.
Hebat efek 4 huruf ini : S.T.A.N.
Agustus 2008. Pernahkah terbayang atau merasakan saat kamu jatuh dari tempat yang tinggi dan untuk bangkit rasanya tidak mungkin. Saya dan keluarga saya pernah mengalaminya. Ayah saya keluar dari pekerjaannya akibat berselisih dengan bosnya. Ibu saya memang tidak bekerja. Adik saya baru saja masuk SMP dan biayanya tidak murah. Jangan dibayangkan jika kami mempunyai banyak tabungan. Kalian pernah merasakan lebaran tanpa mempunyai baju baru? Itu saya. Pernah merasakan HP kamu paling tertinggal di dalam kelas? Itu saya. Uang saku saya semasa SMA hanya lima ribu rupiah. Memang masih ada motor yang dibeli ayah saya sewaktu kelas 3 SMP, namun dengan uang saku lima ribu sehari, saya dituntut untuk dapat membeli bensin motor saya dengan sisa ung saku saya sendiri sebab orang tua saya sudah tidak bisa memberi lebih.
Desember 2009. Semester ganjil kelas 3 SMA telah usai. Saya berdoa agar saya masuk 10 besar di kelas. Bukan, bukan untuk pujian, saya tak lagi memikirkan itu. Saya hanya ingin kesempatan mengikuti PMDK di PTN yang saya dambakan dan sekaligus menghemat biaya kuliah saya karena tidak perlu mengikuti Ujian Mandiri yang notabene uang pangkalnya berkisar minimal lima juta hingga ratusan juta rupiah.Jika melalui PMDK kabrnya kala itu hanya membayar SPI sebesar SPI yang lolos SNMPTN. Ya, sebuah sinar di tengah gelapnya ekonomi keluarga saya.
Tapi, alhasil Allah berkata lain. Saya hanya menduduki peringkat ke – 11 kelas. Dan, akibatnya saya tidak bisa ikut PMDK ke PTN. Saya sangat kecewa waktu itu. Saya sempat memohon ke guru BK sekolah agar saya bisa ikut PMDK sebab Beliau yang berwenang dalam hal ini. Tapi, ya , memang peraturannya seperti itu, jadi saya harus ikhlas dan mencoba mencari peluang baru.
Januari 2010. Tanggal 21 tepatnya. Ulang tahun saya yang ke-18. Ya, seperti biasa anak SMA, dikerjainlah saya sama temen-temen sekelas. Pulang sekolah langsung digendong rame-rame, dicemplungin ke dalam kolam di depan SMA saya. Setelah itu, Alhamdulillah mereka membawakan kue ulang tahun untuk saya dan saat make a wish, saya hanya mengharapkan mendapat kampus yang ‘bagus’ namun sekaligus terjangkau ekonomi orang tua saya. Jujur saja saat itu saya benar-benar sedih jika disuruh membayangkan akan kuliah dimana nantinya. Ketika itu, di SMA saya info beasiswa sangat jarang terdengar. Kenapa saya sangat mengharap beasiswa? Mungkin terkesan mengada-ada, namun jujur, saat teman-teman saya memberi saya surprise, saya galau. Galau karena saya tidak tahu bisa atau tidak untuk membalas kebaikan mereka dengan traktiran contohnya. Ekonomi keluarga saya saat itu memang benar-benar sedang di bawah. Tapi, ya mau gimana lagi? Memang itu kenyataan yang saya alami. Ikhlas dan jangan minder itu kuncinya. Dan setidaknya teman-teman saya waktu itu tahu keadaan saya dan mereka mau mengerti. Terima kasih teman-teman FAMOST SMANSA 2010 dan PMR WIRA SMANSA
Maret 2010, tanggal 22. Perjuangan sesungguhnya dimulai. Ujian Nasional hari pertama mata kuliah Bahasa Indonesia dan Biologi. Keringat dingin membasahi telapak tangan saya sewaktu mengerjakan. Doa yang dipanjatkan sebelum memulai ujian benar-benar khusuk dan sepenuh hati, Alhamdulillah ujian hari pertama hingga hari terakhir, 6 mata pelajaran, telah terlewati dengan lancer. Sisanya saya serahkan kepada llah agar memberi yang terbaik untuk saya.
Hari minggunya setelah UN, datanglah UTUL (Ujian Tulis) UGM. Banyak dari teman-teman saya yang medaftar, namun kali ini saya hanya melihat, dengan iri terhadap betapa beruntungnya mereka. Orang tua mereka mampu untuk membayar biaya tes UTUL dan mampu untuk menulis bilangan SPI minimal 5 juta Rupiah. Saya telah mencoba mengungkapkan keinginan saya kepada orang tua saya, namun alasan ekonomilah yang menolak saya untuk ngotot ikut UTUL ini. Alhamdulillah saat itu saya sudah bisa cukup mengerti keadaan orang tua saya. Dan setelah UTUL, minggu – minggu berikutnya UM UNdIP, SIMAK UI, UM ITB, dan UM dari universitas-universitas negeri favorit lainnya telah dilaksanakan dan saya hanya menjadi penonton.
Hari demi hari berlalu, Saat itu tidak sengaja menemukan informasi menarik. Saat menonton Metro TV, ada ulasan iklan mengenai program baru mereka yang akan bekerja sama dengan Prasetiya Mulya Business School untuk memberikan beasiswa penuh dengan mengikuti kompetisi yang diadakan kedua pihak. Saya saat itu langsung ke warnet, yang biasanya Cuma buka facebook dan download lagu, kali ini saya juga mencari situs PrasMul dan melihat syarat-syarat pendaftarannya. “Saya bisa” , itu yang pertama terlintas.
Setelah mendaftar online, akhirnya proses seleksi dilaksanakan di Jakarta, kampus Prasetiya Mulya, Cilandak. Saat itu saya berangkat sendiri ke Jakarta dengan biaya dan uang saku dari om-tante-pakdhe-budhe saya dan di Jakarta tinggal di rumah tante saya. Hari H seleksi, ternyata saat itu Neva, teman saya sekelas di SMANSA ikut juga. Sungguh kebetulan yang menyenangkan. Saat itu seleksi dimulai jam 8 tepat. Seleksi pertama adalah seleksi tes tulis selama 4 jam full tanpa jeda. Usai tes saya ke kantin PrasMul untuk makan siang bersama Nva. Setelah itu saya ke mushola untuk sholat dhuhur. Jam 13.30 tepatnya, baru saja keluar dari mushola saya melihat kerumunan orang menghadap sebuah papan. Neva terlihat di dalam kerumunan itu. Saya menghampiri kerumunan itu lalu Neva terlihat tersenyum dan ia berkata, “ ga, kita lolos, Ga. Kita lolos.”. saya hanya tersenyum dan sebenarnya masih sangat penasaran akan hasilnya. Ternyata benar, saya lolos dan saat itu Rangking 4 untuk area Jakarta. Alhamdulillah
Tes kedua adalah tes teamwork, pada hari itu juga, dan saya endapat kloter terakhir, jam 5 sore. Saat itu saya sekelompok dengan orang-orang super. Ada yang sudah kuliah di Undip, ada yang calon dokter, ada yang ketua OSIS di SMA-nya. Orang-orang super yang sangat menginspirasi dan menjadi motivasi bagi saya yang bukan siapa-siapa, yang hanya mengharapkan beasiswa. Dan semuanya selesai jam 6 sore menjelang maghrib.
Beberapa hari kemudian pengumumanuntuk yang lolos ke babak selanjutnya, dan Alhamdulillah lolos. Babak demi babak Alhamdulillah saya masih diberi kesempatan oleh Allah untuk berjuang dan lagi-lagi di Jakarta. Hingga akhirnya memasuki babak semifinal. Sedih, kecewa bercampur jadi satu. Saya tidak lolos ke final. Yah, mungkin memang belum rezeki saya. Beberapa hari berlalu hingga sayamendapat kiriman pos yang isinya pemberitahuan dari pihak PrasMul jika saya mendapat beasiswa penuh selama 2 semester dan bebas SPI. Saya sangat senang, tapi yang saat itu jadi pikiran saya adalah uang per semester disana sangat besar. Orng tua saya saat itu saya rasa tidak akan mampu. Pertimbangan saya kal itu jika semester 3 saya tidak mendapat beasiswa, saya mungkin tak dapat melanjutkan kuliah disana lagi. Akhirnya saya memilih melupakan dan fokus untuk SNMPTN.
Bulan demi bulan berlalu, SNMPTN pun tiba, saya saat itu memilih mengambil Ilmu Pengetahuan campuran (IPC) dengan pilihan jurusan Teknik Geodesi, akuntansi, dan terakhir adalah Ilmu Kelautan. Tesnya di Undip fakultas Ilmu Bahasa. 2 hari tes yang sangat melelahkan, soal yang susah. Ibartnya jika ada 10 soal, saya hanya mampu mengerjakan 3 soal yang yakin benar. Saya semakin galau, akan kuliah dimana saya? Memang sih, saat itu saya sempat diterima di universitas swasta, jurusan elektro di kota saya. Saya juga sempat mengikuti matrikulasi selama sebulan disana. Namun, kualitas universitas itu untuk jurusan elektro tidak terlalu menonjol tapi itu satu-satunya kampus yang menerima saya denga biaya yang sangat terjangkau sebab saya mendapat beasiswa disana.
Mei 2010, pengumuman-pengumuman saringan masuk Perguruan Tinggi Kedinasan mulai ada. STAN dan STIS, PTK yang saya tahu, saya ikut mendaftar disana. PTK menarik sebab selain gratis, jaminan kerja setelh lulus faktor utamanya dan saya sebagai orang yang kurang beruntung dalam faktor ekonomi melihat ini sebagai salah satu cara menggapai impian saya.
Juni 2010, tes STIS di GOR Satria Semarang, suasananya sungguh tidak kondusif untuk tes. Saat itu saya mendapat tempat di tribun dan matahari jam 8 pagi yang cerah tepat mengenai samping kanan saya karena ada sela-sela terbuka di atap GOR. Alhasil, konsentrasi saya pecah akibat soal yang susah dan lagi kepanasan. Saat itu saya yakin saya tidak akan lolos , namun saya tetap berdoa. Di waktu yang berdekatan dengan ini, pengumuman hasil UM PTN satu persatu mulai keluar. Banyak teman-tean saya yang diterima, dan saya masih tetap hanya bisa senyum, diam, dan iri. Selamat buat kalian
Beberapa minggu kemudian tes STAN dilaksanakan di beberapa tempat. Saya Alhamdulillah mendapatkan tempat tes di Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Agung, ruang 1.3 , berangkat bersama Radhit, Mamad, dan Izka, kami berempat mencoba peruntungan untuk masuk di kampus ini. Mamad dan Izka mungkin hanya sebatas coba-coba saja sebab mereka sudah diterima di Undip lewat jalur UM. Saya dan Radhit yang belum mendapat kampus impian yang deg-degan dan harus berusaha maksimal. Alhamdulillah kala itu tes saya dimudahkan dan saya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan TPA dan bahasa Inggris total 180 soal dengan percaya diri. Yah, tidak sia-sia sudah belajar keras entah berapa lama. Keluar ruangan tes saya merasa lega namun juga masih khawatir bisa lolos atau tidak. Yah, saatnya berdoa.
Juli 2010, awal bulan namun saya lupa tanggalnya, STIS mengumumkan hasil seleksi tahap 1. Dan sesuai dugaan saya, saya tidak berhasil lolos. Walaupun sudah saya duga, namun kekecewaan dan penyesalan tetap ada. Orang tua saya pun kecewa sebab saya belum bisa lolos STIS. Dan kekecewaan itu berlarut.
Beberapa hari kemudian, tanggal 16 tepatnya, pengumuman SNMPTN keluar bertepatan dengan ulag tahun Mamad, sahabat saya. Saat itu kami sedang merayakan dengan makan bersama Radhit dan Farisa. Mamad dan Farisa tidak ikut SNMPTN sebab sudah diterima di Undip melalui jalur UM. Jam 19.20 tiba-tiba HP saya bergetar, ada telepon yang masuk yang ternyata adalah sepupu saya. Dia menelpon untuk menanyakan tentang hasil SNMPTN saya, tapi berhubung saya tidak di rumah dan tidak bisa surfing, saya belum tau. Kemudian sepupu saya itu menawarkan untuk membuka pengumuman di rumahnya dan saya setuju dan memberikan username dan password SNMPTN saya. Telepon ditutup.
5 menit kemudian, HP saya kembali bergetar dan dari sepupu saya. Ia mengatakan bahwa saya diterima di Undip, jurusan teknik geodesi, pilihan pertama saya. Saya sangat senang sekaligus terharu. Teman-teman yang ikut mendengar berita ini juga langsung menyelamati saya. Yah, perjuangan dalam keterbatasan. Tanpa les, tanpa bimbel, hanya bermodal motivasi untuk kuliah di universitas yang bagus dengan biaya yang murah. Dan pastinya saya bisa membuat bangga kedua orang tua saya dan mengobti kekecewaan kami semua atas hasil tes STIS beberapa waktu yang lalu.
Namun sayangnya semua kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Radhit ternyata tidak lolos SNMPTN. Saat itu semua tawa dan senyum langsung hilang diantara kami berempat. Kami hanya bisa memberi pengertian pada Radhit yang terlihat sangat galau. Yah, dan pada akhirnya Radhit ikut UM 2 Undip beberapa minggu setelah pengumuman SNMPTN dan dia berhasil lolos.
Agustus 2010, tanggal 3 tepatnya.Walaupun sudah diterima di Undip melalui SNMPTN, pengumuman STAN pun tetap masih saya harapkan. Setelah berkali-kali pulang pergi warnet – rumah hanya untuk melihat stan.ac.id menanti pengumuman USM STAN, jam 2 siang saya mendapat SMS dari teman saya jika pengumuman USM STAN sudah bisa dilihat. Saya langsung bablas ke warnet. Yak, dan benar saja sudah ada pengumuman hasil USM STAN yang harus didownload. Saya saat itu sudah deg-degan sekali, nah ditambah harus download pengumuman di warnet yang notabene akan berlangsung lama sekali, deg-degan itu semakin menjadi-jadi. Setelah 15 menit, akhirnya pengumuman selesai didownload dan saya semakin deg-degan. Saya membuka satu per satu, kota per kota, padahal kota Semarang berada jauh di bawah. Ketika saya melihat nama-nama anak per anak, saya sempat berfikir bahwa mereka sangat beruntung dan benar-benar anak-anak yang terpilih, saya berharap menjadi salah satu dari mereka. Setelah scrolling cukup lama, akhirnya sampai di kota Semarang da yang pertama terlihat adalah nama Nugroho bagus Lukmantoro yang notabene adalah kawan saya di Smansa. Kemudian nama-nama yang familiar pun bermunculan, Adit, Gitty, Nanu, Dimas, dan lain-lain. Dan, nama saya. Satria Arga Nugraha Kusumayudha. Ternyata ada. Ada! Alhamdulillah , saya sangat senang sekali. Saya sangat bangga dan ingin segera memberitahukan kepada orang tua saya.
Tiba di rumah, saya kabarkan kepada mama saya akan berita ini dan Beliau sangat bahagia dan memeluk saya. Adik dan ayah saya yang baru tiba di rumah pun tak kalah senangnya. Kebahagiaan yang tak terhingga di dalam keluarga kami . Teman-teman saya pun tak kalah bahagia, Tyza dan Mamad sampai menelepon saya untuk memberi selamat. Radhit, Farisa, dan kawan-kawan saya juga memberi selamat melalui SMS. Hari yang sangat membahagiakan.
Esoknya, dilema pun akhirnya muncul. Undip atau STAN? Teknik atau Ekonomi? Geodesi atau Akuntansi? Yah, sangat menggalaukan. Saat itu Undip memberi keleluasaan mahasiswa barunya yang melalui SNMPTN untuk membayar SPI dan uang semester untuk jurusan teknik yang ‘hanya’ 3,8 jutaan hingga tanggal 6 Agustus. Jadi, saya punya waktu 3 hari kurang untuk membuat keputusan dimana saya akan melanjutkan kuliah. Berbagai pertimbangan mulai dari biaya hingga prospek kerja hampir seimbang diantara keduanya. Jika di Undip, saya harus ‘memaksa’ orang tua saya untuk membayar uang kuliah tiap semester. Jika di STAN, saya juga harus memperhatikan biaya kos dan lain-lain meskipun SPP gratis. Prospek kerja, insyaallah sama-sama baik dan terbaik di bidangnya. Kedua orang tua saya tak pernah memaksa saya untuk menentukan, mereka percayakan pada saya dalam mengambil keputusan terkait hal ini.
Setelah tanggal 4 berlalu, Alhamdulillah saya bisa mengerjakan sholat malam dan sekaligus istikharoh untuk meminta petunjuk Allah mana yang terbaik untuk saya. Paginya, setelah melalui berbagai pertimbangan dan masukan dari orang-orang terdekat saya, Alhamdulillah saya memastikan untuk menuju Jakarta. Saya memilih STAN sebagai tempat tujuan menggapai cita-cita saya selanjutnya. Next step closer …
Saya ingin mencoba hal yang baru, hal yang mungkin adalah bakat saya namun selama ini saya acuhkan sebab Papa saya adalah seorang akuntan. Saya percaya Allah selalu memberi kita yang terbaik meskipun kita yang memilih jalan kita sendiri. Cinta kasih orang tua, harapan mereka, doa Mama dan Papa yang mampu berbuat keajaiban seperti ini. Harapan saya pernah hilang, namun mereka yang menghidupkannya kembali.
Saat saya ingat lagi kejadian 4 tahun yang lalu, saya selalu tersenyum dan heran. Tersenyum karena hal hebat itu berawal dari hal yang sangat sederhana, dan heran karena Allah telah memilihkan saya, salah satu manusia yang tidak sempurna dan penuh dosa di tengah umatNya yang lain yang mungkin lebih berhak, untuk mendapatkan kesempatan ini. Kini, keheranan saya telah hilang sebab saya yakin saya memang berhak atas ini dan Allah memberikannya untuk saya sebab Ia ingin membuka jalan yang lebih baik untuk saya dan keluarga saya. Kini, yang tersisa hanyalah senyum. Senyum bahagia dan bangga.
Sekarang, waktuku untuk melangkah lebih dekat lagi dengan cita-citaku …
-tamat-
(http://stanmenulis.tumblr.com/post/53393466566/kisah-perjuangan-masuk-stan-1)
Tak Pernah disangka, berawal hanya dari ucapan teman-teman ayah, sempat terlupakan, di tengah-tengah keterbatasan, jalan itu dibukakan lagi oleh-Nya
12 Juli 2006. Bertepatan dengan ulang tahun ayah saya, teman-temannya semasa SMA datang ke rumah. Saat itu mereka bercerita tentang anak-anaknya yang sebagian besar seumuran dengan saya. Saya yang ketika itu baru saja menginjak kelas 9 SMP diberikan saran oleh Beliau-beliau untuk setelah lulus agar masuk di almamater ayah saya den teman-temannya itu. Saya hanya mengiyakan sebab saat itu saya belum ada pikiran sama sekali mengenai SMA mana yang akan saya jadikan tempat persinggahan menuntut ilmu berikutnya. Setelah itu, mereka mulai membahas masalah dunia perkuliahan. Saya yang berada disana akhirnya kembali diberi saran untuk masuk di PTN-PTN yang terkenal di negeri ini dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan yang menggiurkan menurut saya pada waktu itu. Dan tak disangka, tersebutlah sebuah nama. STAN. Sempat heran saya, yang lain memakai awalan un- atau U- sebagai singkatan universitas, kini ada nama universitas yang tidak memakai U- atau un- . Setelah diberikan penjelasan mengenai STAN, saya sedikit mulai tertarik sebab iming-iming ke depannya sangat menggiurkan contohnya langsung kerja setelah lulus tanpa harus melamar pekerjaan dan uang kuliahnya gratis.
Hal-hal tersebut mengenai STAN masih terngiang di dalam pikiranku hingga dulu sempat di saat saya dan teman-teman saya sedang mengobrol di kelas mengenai tujuan SMA, tempat kuliah, dan cita-cita, saya tanpa ragu menjawab ingin kuliah di STAN. Mereka semua bertanya-tanya, “apa itu STAN?”. Saya kembali menjelaskan apa yang saya dengar dari penjelasan ayah dan teman-temannya dan saya beri penekanan di “kuliah gratis” dan “langsung dapat kerja”.
Keesokan harinya, mereka semua berubah pikiran mengenai universitas mana yang akan mereka masuki di masa yang akan datang. STAN jawab mereka. Saya sempat heran bagaimana bisa dalam semalam mereka bisa berubah pikiran? Padahal sebelumnya kami semua sempat eyel-eyelan saling membanggakan kampus cita-citanya. Orang tua mereka ternyata yang memberi gambaran tentang STAN setelah teman-teman saya menanyakannya.
Hebat efek 4 huruf ini : S.T.A.N.
Agustus 2008. Pernahkah terbayang atau merasakan saat kamu jatuh dari tempat yang tinggi dan untuk bangkit rasanya tidak mungkin. Saya dan keluarga saya pernah mengalaminya. Ayah saya keluar dari pekerjaannya akibat berselisih dengan bosnya. Ibu saya memang tidak bekerja. Adik saya baru saja masuk SMP dan biayanya tidak murah. Jangan dibayangkan jika kami mempunyai banyak tabungan. Kalian pernah merasakan lebaran tanpa mempunyai baju baru? Itu saya. Pernah merasakan HP kamu paling tertinggal di dalam kelas? Itu saya. Uang saku saya semasa SMA hanya lima ribu rupiah. Memang masih ada motor yang dibeli ayah saya sewaktu kelas 3 SMP, namun dengan uang saku lima ribu sehari, saya dituntut untuk dapat membeli bensin motor saya dengan sisa ung saku saya sendiri sebab orang tua saya sudah tidak bisa memberi lebih.
Desember 2009. Semester ganjil kelas 3 SMA telah usai. Saya berdoa agar saya masuk 10 besar di kelas. Bukan, bukan untuk pujian, saya tak lagi memikirkan itu. Saya hanya ingin kesempatan mengikuti PMDK di PTN yang saya dambakan dan sekaligus menghemat biaya kuliah saya karena tidak perlu mengikuti Ujian Mandiri yang notabene uang pangkalnya berkisar minimal lima juta hingga ratusan juta rupiah.Jika melalui PMDK kabrnya kala itu hanya membayar SPI sebesar SPI yang lolos SNMPTN. Ya, sebuah sinar di tengah gelapnya ekonomi keluarga saya.
Tapi, alhasil Allah berkata lain. Saya hanya menduduki peringkat ke – 11 kelas. Dan, akibatnya saya tidak bisa ikut PMDK ke PTN. Saya sangat kecewa waktu itu. Saya sempat memohon ke guru BK sekolah agar saya bisa ikut PMDK sebab Beliau yang berwenang dalam hal ini. Tapi, ya , memang peraturannya seperti itu, jadi saya harus ikhlas dan mencoba mencari peluang baru.
Januari 2010. Tanggal 21 tepatnya. Ulang tahun saya yang ke-18. Ya, seperti biasa anak SMA, dikerjainlah saya sama temen-temen sekelas. Pulang sekolah langsung digendong rame-rame, dicemplungin ke dalam kolam di depan SMA saya. Setelah itu, Alhamdulillah mereka membawakan kue ulang tahun untuk saya dan saat make a wish, saya hanya mengharapkan mendapat kampus yang ‘bagus’ namun sekaligus terjangkau ekonomi orang tua saya. Jujur saja saat itu saya benar-benar sedih jika disuruh membayangkan akan kuliah dimana nantinya. Ketika itu, di SMA saya info beasiswa sangat jarang terdengar. Kenapa saya sangat mengharap beasiswa? Mungkin terkesan mengada-ada, namun jujur, saat teman-teman saya memberi saya surprise, saya galau. Galau karena saya tidak tahu bisa atau tidak untuk membalas kebaikan mereka dengan traktiran contohnya. Ekonomi keluarga saya saat itu memang benar-benar sedang di bawah. Tapi, ya mau gimana lagi? Memang itu kenyataan yang saya alami. Ikhlas dan jangan minder itu kuncinya. Dan setidaknya teman-teman saya waktu itu tahu keadaan saya dan mereka mau mengerti. Terima kasih teman-teman FAMOST SMANSA 2010 dan PMR WIRA SMANSA
Maret 2010, tanggal 22. Perjuangan sesungguhnya dimulai. Ujian Nasional hari pertama mata kuliah Bahasa Indonesia dan Biologi. Keringat dingin membasahi telapak tangan saya sewaktu mengerjakan. Doa yang dipanjatkan sebelum memulai ujian benar-benar khusuk dan sepenuh hati, Alhamdulillah ujian hari pertama hingga hari terakhir, 6 mata pelajaran, telah terlewati dengan lancer. Sisanya saya serahkan kepada llah agar memberi yang terbaik untuk saya.
Hari minggunya setelah UN, datanglah UTUL (Ujian Tulis) UGM. Banyak dari teman-teman saya yang medaftar, namun kali ini saya hanya melihat, dengan iri terhadap betapa beruntungnya mereka. Orang tua mereka mampu untuk membayar biaya tes UTUL dan mampu untuk menulis bilangan SPI minimal 5 juta Rupiah. Saya telah mencoba mengungkapkan keinginan saya kepada orang tua saya, namun alasan ekonomilah yang menolak saya untuk ngotot ikut UTUL ini. Alhamdulillah saat itu saya sudah bisa cukup mengerti keadaan orang tua saya. Dan setelah UTUL, minggu – minggu berikutnya UM UNdIP, SIMAK UI, UM ITB, dan UM dari universitas-universitas negeri favorit lainnya telah dilaksanakan dan saya hanya menjadi penonton.
Hari demi hari berlalu, Saat itu tidak sengaja menemukan informasi menarik. Saat menonton Metro TV, ada ulasan iklan mengenai program baru mereka yang akan bekerja sama dengan Prasetiya Mulya Business School untuk memberikan beasiswa penuh dengan mengikuti kompetisi yang diadakan kedua pihak. Saya saat itu langsung ke warnet, yang biasanya Cuma buka facebook dan download lagu, kali ini saya juga mencari situs PrasMul dan melihat syarat-syarat pendaftarannya. “Saya bisa” , itu yang pertama terlintas.
Setelah mendaftar online, akhirnya proses seleksi dilaksanakan di Jakarta, kampus Prasetiya Mulya, Cilandak. Saat itu saya berangkat sendiri ke Jakarta dengan biaya dan uang saku dari om-tante-pakdhe-budhe saya dan di Jakarta tinggal di rumah tante saya. Hari H seleksi, ternyata saat itu Neva, teman saya sekelas di SMANSA ikut juga. Sungguh kebetulan yang menyenangkan. Saat itu seleksi dimulai jam 8 tepat. Seleksi pertama adalah seleksi tes tulis selama 4 jam full tanpa jeda. Usai tes saya ke kantin PrasMul untuk makan siang bersama Nva. Setelah itu saya ke mushola untuk sholat dhuhur. Jam 13.30 tepatnya, baru saja keluar dari mushola saya melihat kerumunan orang menghadap sebuah papan. Neva terlihat di dalam kerumunan itu. Saya menghampiri kerumunan itu lalu Neva terlihat tersenyum dan ia berkata, “ ga, kita lolos, Ga. Kita lolos.”. saya hanya tersenyum dan sebenarnya masih sangat penasaran akan hasilnya. Ternyata benar, saya lolos dan saat itu Rangking 4 untuk area Jakarta. Alhamdulillah
Tes kedua adalah tes teamwork, pada hari itu juga, dan saya endapat kloter terakhir, jam 5 sore. Saat itu saya sekelompok dengan orang-orang super. Ada yang sudah kuliah di Undip, ada yang calon dokter, ada yang ketua OSIS di SMA-nya. Orang-orang super yang sangat menginspirasi dan menjadi motivasi bagi saya yang bukan siapa-siapa, yang hanya mengharapkan beasiswa. Dan semuanya selesai jam 6 sore menjelang maghrib.
Beberapa hari kemudian pengumumanuntuk yang lolos ke babak selanjutnya, dan Alhamdulillah lolos. Babak demi babak Alhamdulillah saya masih diberi kesempatan oleh Allah untuk berjuang dan lagi-lagi di Jakarta. Hingga akhirnya memasuki babak semifinal. Sedih, kecewa bercampur jadi satu. Saya tidak lolos ke final. Yah, mungkin memang belum rezeki saya. Beberapa hari berlalu hingga sayamendapat kiriman pos yang isinya pemberitahuan dari pihak PrasMul jika saya mendapat beasiswa penuh selama 2 semester dan bebas SPI. Saya sangat senang, tapi yang saat itu jadi pikiran saya adalah uang per semester disana sangat besar. Orng tua saya saat itu saya rasa tidak akan mampu. Pertimbangan saya kal itu jika semester 3 saya tidak mendapat beasiswa, saya mungkin tak dapat melanjutkan kuliah disana lagi. Akhirnya saya memilih melupakan dan fokus untuk SNMPTN.
Bulan demi bulan berlalu, SNMPTN pun tiba, saya saat itu memilih mengambil Ilmu Pengetahuan campuran (IPC) dengan pilihan jurusan Teknik Geodesi, akuntansi, dan terakhir adalah Ilmu Kelautan. Tesnya di Undip fakultas Ilmu Bahasa. 2 hari tes yang sangat melelahkan, soal yang susah. Ibartnya jika ada 10 soal, saya hanya mampu mengerjakan 3 soal yang yakin benar. Saya semakin galau, akan kuliah dimana saya? Memang sih, saat itu saya sempat diterima di universitas swasta, jurusan elektro di kota saya. Saya juga sempat mengikuti matrikulasi selama sebulan disana. Namun, kualitas universitas itu untuk jurusan elektro tidak terlalu menonjol tapi itu satu-satunya kampus yang menerima saya denga biaya yang sangat terjangkau sebab saya mendapat beasiswa disana.
Mei 2010, pengumuman-pengumuman saringan masuk Perguruan Tinggi Kedinasan mulai ada. STAN dan STIS, PTK yang saya tahu, saya ikut mendaftar disana. PTK menarik sebab selain gratis, jaminan kerja setelh lulus faktor utamanya dan saya sebagai orang yang kurang beruntung dalam faktor ekonomi melihat ini sebagai salah satu cara menggapai impian saya.
Juni 2010, tes STIS di GOR Satria Semarang, suasananya sungguh tidak kondusif untuk tes. Saat itu saya mendapat tempat di tribun dan matahari jam 8 pagi yang cerah tepat mengenai samping kanan saya karena ada sela-sela terbuka di atap GOR. Alhasil, konsentrasi saya pecah akibat soal yang susah dan lagi kepanasan. Saat itu saya yakin saya tidak akan lolos , namun saya tetap berdoa. Di waktu yang berdekatan dengan ini, pengumuman hasil UM PTN satu persatu mulai keluar. Banyak teman-tean saya yang diterima, dan saya masih tetap hanya bisa senyum, diam, dan iri. Selamat buat kalian
Beberapa minggu kemudian tes STAN dilaksanakan di beberapa tempat. Saya Alhamdulillah mendapatkan tempat tes di Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Agung, ruang 1.3 , berangkat bersama Radhit, Mamad, dan Izka, kami berempat mencoba peruntungan untuk masuk di kampus ini. Mamad dan Izka mungkin hanya sebatas coba-coba saja sebab mereka sudah diterima di Undip lewat jalur UM. Saya dan Radhit yang belum mendapat kampus impian yang deg-degan dan harus berusaha maksimal. Alhamdulillah kala itu tes saya dimudahkan dan saya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan TPA dan bahasa Inggris total 180 soal dengan percaya diri. Yah, tidak sia-sia sudah belajar keras entah berapa lama. Keluar ruangan tes saya merasa lega namun juga masih khawatir bisa lolos atau tidak. Yah, saatnya berdoa.
Juli 2010, awal bulan namun saya lupa tanggalnya, STIS mengumumkan hasil seleksi tahap 1. Dan sesuai dugaan saya, saya tidak berhasil lolos. Walaupun sudah saya duga, namun kekecewaan dan penyesalan tetap ada. Orang tua saya pun kecewa sebab saya belum bisa lolos STIS. Dan kekecewaan itu berlarut.
Beberapa hari kemudian, tanggal 16 tepatnya, pengumuman SNMPTN keluar bertepatan dengan ulag tahun Mamad, sahabat saya. Saat itu kami sedang merayakan dengan makan bersama Radhit dan Farisa. Mamad dan Farisa tidak ikut SNMPTN sebab sudah diterima di Undip melalui jalur UM. Jam 19.20 tiba-tiba HP saya bergetar, ada telepon yang masuk yang ternyata adalah sepupu saya. Dia menelpon untuk menanyakan tentang hasil SNMPTN saya, tapi berhubung saya tidak di rumah dan tidak bisa surfing, saya belum tau. Kemudian sepupu saya itu menawarkan untuk membuka pengumuman di rumahnya dan saya setuju dan memberikan username dan password SNMPTN saya. Telepon ditutup.
5 menit kemudian, HP saya kembali bergetar dan dari sepupu saya. Ia mengatakan bahwa saya diterima di Undip, jurusan teknik geodesi, pilihan pertama saya. Saya sangat senang sekaligus terharu. Teman-teman yang ikut mendengar berita ini juga langsung menyelamati saya. Yah, perjuangan dalam keterbatasan. Tanpa les, tanpa bimbel, hanya bermodal motivasi untuk kuliah di universitas yang bagus dengan biaya yang murah. Dan pastinya saya bisa membuat bangga kedua orang tua saya dan mengobti kekecewaan kami semua atas hasil tes STIS beberapa waktu yang lalu.
Namun sayangnya semua kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Radhit ternyata tidak lolos SNMPTN. Saat itu semua tawa dan senyum langsung hilang diantara kami berempat. Kami hanya bisa memberi pengertian pada Radhit yang terlihat sangat galau. Yah, dan pada akhirnya Radhit ikut UM 2 Undip beberapa minggu setelah pengumuman SNMPTN dan dia berhasil lolos.
Agustus 2010, tanggal 3 tepatnya.Walaupun sudah diterima di Undip melalui SNMPTN, pengumuman STAN pun tetap masih saya harapkan. Setelah berkali-kali pulang pergi warnet – rumah hanya untuk melihat stan.ac.id menanti pengumuman USM STAN, jam 2 siang saya mendapat SMS dari teman saya jika pengumuman USM STAN sudah bisa dilihat. Saya langsung bablas ke warnet. Yak, dan benar saja sudah ada pengumuman hasil USM STAN yang harus didownload. Saya saat itu sudah deg-degan sekali, nah ditambah harus download pengumuman di warnet yang notabene akan berlangsung lama sekali, deg-degan itu semakin menjadi-jadi. Setelah 15 menit, akhirnya pengumuman selesai didownload dan saya semakin deg-degan. Saya membuka satu per satu, kota per kota, padahal kota Semarang berada jauh di bawah. Ketika saya melihat nama-nama anak per anak, saya sempat berfikir bahwa mereka sangat beruntung dan benar-benar anak-anak yang terpilih, saya berharap menjadi salah satu dari mereka. Setelah scrolling cukup lama, akhirnya sampai di kota Semarang da yang pertama terlihat adalah nama Nugroho bagus Lukmantoro yang notabene adalah kawan saya di Smansa. Kemudian nama-nama yang familiar pun bermunculan, Adit, Gitty, Nanu, Dimas, dan lain-lain. Dan, nama saya. Satria Arga Nugraha Kusumayudha. Ternyata ada. Ada! Alhamdulillah , saya sangat senang sekali. Saya sangat bangga dan ingin segera memberitahukan kepada orang tua saya.
Tiba di rumah, saya kabarkan kepada mama saya akan berita ini dan Beliau sangat bahagia dan memeluk saya. Adik dan ayah saya yang baru tiba di rumah pun tak kalah senangnya. Kebahagiaan yang tak terhingga di dalam keluarga kami . Teman-teman saya pun tak kalah bahagia, Tyza dan Mamad sampai menelepon saya untuk memberi selamat. Radhit, Farisa, dan kawan-kawan saya juga memberi selamat melalui SMS. Hari yang sangat membahagiakan.
Esoknya, dilema pun akhirnya muncul. Undip atau STAN? Teknik atau Ekonomi? Geodesi atau Akuntansi? Yah, sangat menggalaukan. Saat itu Undip memberi keleluasaan mahasiswa barunya yang melalui SNMPTN untuk membayar SPI dan uang semester untuk jurusan teknik yang ‘hanya’ 3,8 jutaan hingga tanggal 6 Agustus. Jadi, saya punya waktu 3 hari kurang untuk membuat keputusan dimana saya akan melanjutkan kuliah. Berbagai pertimbangan mulai dari biaya hingga prospek kerja hampir seimbang diantara keduanya. Jika di Undip, saya harus ‘memaksa’ orang tua saya untuk membayar uang kuliah tiap semester. Jika di STAN, saya juga harus memperhatikan biaya kos dan lain-lain meskipun SPP gratis. Prospek kerja, insyaallah sama-sama baik dan terbaik di bidangnya. Kedua orang tua saya tak pernah memaksa saya untuk menentukan, mereka percayakan pada saya dalam mengambil keputusan terkait hal ini.
Setelah tanggal 4 berlalu, Alhamdulillah saya bisa mengerjakan sholat malam dan sekaligus istikharoh untuk meminta petunjuk Allah mana yang terbaik untuk saya. Paginya, setelah melalui berbagai pertimbangan dan masukan dari orang-orang terdekat saya, Alhamdulillah saya memastikan untuk menuju Jakarta. Saya memilih STAN sebagai tempat tujuan menggapai cita-cita saya selanjutnya. Next step closer …
Saya ingin mencoba hal yang baru, hal yang mungkin adalah bakat saya namun selama ini saya acuhkan sebab Papa saya adalah seorang akuntan. Saya percaya Allah selalu memberi kita yang terbaik meskipun kita yang memilih jalan kita sendiri. Cinta kasih orang tua, harapan mereka, doa Mama dan Papa yang mampu berbuat keajaiban seperti ini. Harapan saya pernah hilang, namun mereka yang menghidupkannya kembali.
Saat saya ingat lagi kejadian 4 tahun yang lalu, saya selalu tersenyum dan heran. Tersenyum karena hal hebat itu berawal dari hal yang sangat sederhana, dan heran karena Allah telah memilihkan saya, salah satu manusia yang tidak sempurna dan penuh dosa di tengah umatNya yang lain yang mungkin lebih berhak, untuk mendapatkan kesempatan ini. Kini, keheranan saya telah hilang sebab saya yakin saya memang berhak atas ini dan Allah memberikannya untuk saya sebab Ia ingin membuka jalan yang lebih baik untuk saya dan keluarga saya. Kini, yang tersisa hanyalah senyum. Senyum bahagia dan bangga.
Sekarang, waktuku untuk melangkah lebih dekat lagi dengan cita-citaku …
-tamat-
(http://stanmenulis.tumblr.com/post/53393466566/kisah-perjuangan-masuk-stan-1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar