PENDAFTARAN TELAH DIBUKA, SILAHKAN KLIK MENU PENDAFTARAN! PENDAFTARAN GRATIS HINGGA 30 NOVEMBER 2014!

Minggu, 21 September 2014

Semoga Tuhan Berikan yang Terbaik untuk Kita

Oleh: Kak Meini Wahyu Utami, Spes Anggaran 2010



Bismillahirrokhmanirrakhim

Kalau sedang sendirian di kost, duduk sendirian di teras bagian atas kost-an seringkali mengingatkan kembali pada memori  tahunan lalu. Ingat keluarga di rumah, zaman-zaman SMA, dan momen ketika menjadi  bagian dari barisan panjang pendaftar USM STAN pada senin, 4 Mei 2010 lalu di BDK Jogjakarta. Rasanya baru kemarin momen itu berlangsung, dan ternyata sudah bertahun-tahun. Waktu memang terpotong detik demi detik tanpa sy selalu menyadarinya.

Oh ya teman-teman dan adik-adik yang mudah-mudahan selalu dalam lindungan Allah SWT, perkenalkan nama sy Meini Wahyu Utami, boleh kalau mau manggil Mei, Meini, Meimei, atau Utami, selama masih memiliki makna yang baik dan nyambung dg nama sy, insya Allah sy siap dipanggil dengan nama tersebut hehe. Asalnya dari Boyolali, Jawa Tengah. Kalo yang belum tahu, Boyolali itu sebuah kabupaten yang cukup kecil yang juga sering disebut Kota Susu karena termasuk salah satu penghasil susu sapi terbesar layaknya di Lembang (Bandung), sejuk, ada Bandara Adi Soemarmo juga di situ, dekat dengan Gunung Merapi, bisa dibilang Tiga Serangkai dengan Solo dan Klaten. Dekat juga dengan Semarang dan Jogjakarta, nah kalau belum tau juga insya Allah belum dihapus sama Pemerintah, jadi masih ada di Peta J.

Sejak kecil hingga lulus SMA, sy tinggal bersama keluarga yang sangat sy cintai dan sangat bersyukur dengan keberadaannya, di tempat tinggal sy di Boyolali. Namun meskipun banyak mengonsumsi singkong, hingga kini belum  terbit buku berjudul “Meini anak singkong” hehe. Dan setelah lulus SMA sy berkesempatan menjadi anak kota-an, karena bersekolah di sini.

Kuliah, untuk satu orang bisa jadi kuliah adalah hal yang sangat biasa, untuk satu orang yang lain bisa jadi menganggap kuliah adalah sesuatu yang tidak harus, penting ga penting, sementara untuk sy sendiri kuliah adalah salah satu cita-cita sy sejak dahulu. Bukan ihwal gelar yang diperoleh setelah lulus, bukan pula karena sebuah prestise yeng tinggi ketika bisa kuliah, namun kuliah merupakan salah satu cara untuk terus menimba ilmu,  salah satu bentuk ibadah dan syukur sy, dan salah satu bentuk ikhtiar sy agar menjadi orang yang berilmu.

Alhamdulillah sy memiliki orang tua yang sangat mendukung pendidikan anak-anaknya, Bapak yang dulu seorang PNS dan sekarang sudah memasuki masa pensiun, Beliau adalah sosok bapak yang sangat tegar dan berjuang keras untuk menghidupi keluarga kami. Salah satu prinsip beliau adalah ‘ketika Bapak nanti tidak bisa membekali dan mewarisi harta untuk kami, setidaknya Bapak telah berjuang untuk membekali putera-puterinya dengan ilmu’, semoga dengan ilmu dan pendidikan yang kami miliki, kami memiliki pribadi, pemikiran dan kehidupan yang jauh lebih baik daripada Bapak dan Ibu. Dan Ibu sy, Beliau dulu sampai sy lulus SMA adalah seorang ibu rumah tangga tulen, hampir seratus persen waktunya di rumah untuk mengurus keluarga, baru di beberapa tahun terkhir ini beliau menyibukkan diri dengan bertani, selain ada yang dihasilkan juga sebagai sarana hiburan kata beliau. Beliau sering bilang “kalau dihitung untung ruginya ya mungkin ga balik modal, tapi ya kalau ada yang ditanem itu bisa lebih ayem(tenang), refreshing”, insya Allah.

Saya yakin orang tua teman-teman tidak kalah luar biasanya dengan orang tua sy J. Sy puteri ke tujuh dari delapan bersaudara. Bapak sering bercerita, dulu ketika mas pertama kami dan saudara laki-laki satu-satunya, mas sarbini masuk SMP (kami memanggilnya “Cak Bin”), biaya masuk sekolah cakbin lebih besar daripada gaji bapak. Kala itu gaji bapak masih sekitar 26 ribu rupiah, karena bapak juga masih awal-awal menjadi PNS, sementara biaya masuk SMP cakbin sudah sekitar 32 ribu rupiah. Namun bapak yakin bahwa setiap anak membawa rezekinya masing-masing, dan alhamdulillah cakbin dan kami bisa lancar sekolahnya.

Nah, untuk STAN sendiri sebenarnya dulu sampai kelas dua SMA sy belum akrab dengannya. Semoga tidak salah ingat, pertama kali mengetahui tentang STAN adalah dari teman SMP sy, Budi namanya. Waktu itu kami kelas dua SMP, sebelum mendapat giliran ulangan IPS ia bercerita tentang keinginan kakaknya untuk masuk ke kampus ini, yang kudengar adalah sekelumit berita bahwa kampus ini berkecimpung di bidang akuntansi, dan cukup istimewa. Tapi kala itu antusiasku terfokus pada cerita budi, bukan pada kampus STAN nya. Di awal kelas satu SMA kami pernah mendapat tugas menulis seratus impian di dalam lembaran kertas dan menyontrengnya manakala impian tersebut telah tercapai satu persatu, terinspirasi dari cerita mas Danang Ambar dari IPB. Impian pertama adalah masuk surga, dan impian ke sekian salah satunya adalah bisa masuk ke perguruan tinggi kedinasan, belum terspesifik pada STAN. Di kelas dua SMA pernah mendapat undangan ke SMA lain dalam suatu acara yang dikoordinir oleh ROHIS-OSIS SMA tersebut, di situ pula kami diminta untuk menulis beberapa cita-cita kami, beberapa anak diantaranya membacakan keras-keras impian tersebut dan lainnya diminta membantu meng –aamiin-kan doa beliau, dan lagi-lagi salah satu impiannya adalah “bisa masuk STAN”, sama dengan harapan sy. Namun yg sy lakukan kala kelas dua itu masih sebatas pada belajar materi-materi di kelas dan aktivitas lainnya, belum banyak mencari tahu informasi perguruan tinggi.

Di semester satu kelas tiga SMA sy mulai semakin serius memikirkan langkah sy setelah lulus SMA nanti. Di hadapkan pada persiapan UAN dan berbagai ujian akhir serta berfikir untuk mencari perguruan tinggi, dan urusan lainnya, rasanya begitu mendewasakan. Bagus, dan Sicha, teman sy sejak SMP mengajak serta untuk mendaftar beasiswa Politeknik Manufaktur Astra, sebuah Perguruan Tinggi di bawah keluarga besar Astra. Berbagai tes kami lewati, berbulan-bulan, bertahap dan memakai sistem gugur tiap tahapnya, pendaftarnya dari berbagai daerah di Indonesia, dari seluruh tes tersebut diambil sekitar delapan puluh anak. Dan alhamdulillah Allah SWT mengizinkan sy menjadi salah satu yang berhak mendapat beasiswa tersebut. Sehingga jauh-jauh hari sebelum UAN sy sudah mendapatkan satu bangku di sebuah perguruan tinggi. Alhamdulillah.

Sy memantapkan diri dengan pilihan tersebut. Prinsip sy waktu itu adalah sy tidak ingin pendidikan sy berhenti di bangku SMA, sy ingin bisa melanjutkan sekolah tanpa harus orangtua mengeluarkan biaya, yang sy pegang teguh adalah ikhtiar, doa, tawakal. Sy berusaha selalu minta didoakan orangtua, guru, dan teman-teman agar sy bisa ditempatkan di tempat yang terbaik. Pada waktu itu sy sudah mendapat calon kampus, dan setiap teman-teman bertanya “mau ngelanjutin di mana mei?”, sy menjawab “doain ya di mana aku daftar, semoga bisa diterima, dan dapet yang terbaik hehe”.

Setelah lulus SMA, Sicha mengajak sy untuk ikut les Bimbel masuk Perguruan Tinggi, terkhusus STAN. Iwangsari namanya, rumah di Boyolali, sementara tempat les ada di Solo, jadi kami memutuskan untuk menginap di kost yang masih satu rumah dengan tempat les kami. Sewaktu SMA sy pernah mendapat rezeki dari sebuah lomba, dan uang yang masih ada itu saya pakai untuk ikut les ini. Di sini kami mendapat keluarga baru, Bu Andi, Pengajar kami yang sekaligus menantu beliau, dan masih banyak lagi. Beliau-beliau ini sangat baik kepada kami. Aku dan Sicha tidur dalam satu kamar yang berukuran kurang lebih 3X2 meter persegi, itu satu-satunya kamar yang tersisa di sana. Kami sering cekikikan menjelang tidur. Seringkali terdengar suara kereta yang melintas, karena kebetulan tempat tinggal kami ini cukup dekat dengan rel KA di Solo. Bapak, Ibu sangat bersemangat mendukung sy, saudara-saudara juga, Bapak terus berusaha untuk mencarikan dan mengantar biaya hidup sy selama ikut bimbel ini. Dan ketika hari jum’at tiba kami begitu bahagia karena siang hari setelah les kami bisa langsung pulang ke rumah.

Sicha sering membangunkanku untuk sholat malam, merasakan kesejukan sepertiga malam, rasanya benar-benar dekat dengan-Nya, memohon layaknya anak kecil yang penuh harap. Dalam subuh kami, dapur bu andi sudah mengepul dan tercium aroma wangi kue pukis yang beliau produksi, hmm wanginya membuat sy dan sicha semakin menghisap-hisap aromanya sembari tertawa. Hihi. Di pagi sampai sore harinya, sampai malam lagi kami belajar dengan soal-soal USM, di sela-sela belajar itu terkadang kami berdua jalan-jalan ke kantor RRI(Radio Republik Indonesia), Taman kota, Pasar Legi, dan tempat-tempat di dekat kost-an dengan jalan kaki sembari membawa buku dan alat tulis. Dan baru kali itu kami melihat gebyar wayang nusantara yang diadakan di RRI. Nyuci bareng adalah salah satu hiburan kami. Kalau makan kami membeli di angkringan atau pedagang makanan yang ada di situ, selain dekat juga kami harus berhemat. Ada satu ibu penjual makanan yang sangat baik, beliau sering curhat tentang cucu beliau, dan sering memberikan harga murah serta porsi yang lebih kepada kami, hampir setiap pagi kami membeli sarapan di beliau, kecuali kalau sedang berpuasa kami membeli di tempat lain. Masya Allah, semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan sebaik-baiknya balasan.

Hampir satu setengah bulan kami mengikuti les, dan di masa itu pula kami diperkenalkan dengan banyak saudara baru. Sy memutuskan untuk tidak mengikuti SNMPTN, pertimbangannya jika ternyata sy belum diterima di STAN, sy akan memilih di Polman Astra saja. Empat Mei kami mendaftar USM STAN di BDK Jogjakarta, sejak pagi kami mengantri dan baru menjelang sore kami pulang.

Pada 20 Juni 2010 tes USM STAN berlangsung. Sy dan Sicha mendapat tempat di Kampus II Achmad Dahlan Jogjakarta. Berangkat dari rumah sebelum subuh, berkendara sepeda motor dengan Bapak sampai Kartasura, dilanjutkan dengan Bus Umum sampai terminal Jogjakarta, dan Taksi Kota hingga di tempat tujuan. Kulihat Bapak begitu perhatian, tes pukul delapan pagi, pukul enam kami sudah sampai. Dengan menyebut nama Allah SWT sy mulai mengerjakan satu persatu soal.

Selesai ujian rasanya sudah tidak karuan, pokoknya alhamdulillah aja. Tawakal. Di luar ruangan sudah ada dua teman sy yang menunggu, ketika bercerita mereka mengungkapkan bahwa seluruh soal dijawab, cerita-cerita mereka itu membuat psimisku melambung tinggi. Yaweslah pasrah wae, dalam hati. Rasanya sarapan tadi pagi sudah terkuras ketika menjawab soal ujian tadi. Terus mengghela nafas, mengingat-ingat soal, kubuka lagi lembaran soal yang masih di tangan, subhanallah ternyata masih ada satu halaman yang baru kuketahui keberadaannya setelah pulang, pada waktu mengerjakan kukira sudah semua soal kuperiksa. Tawaktu ‘alallah, pasrah sepasrah-pasrahnya.

Semenjak hari itu sy tidak lagi membuka-buka soal ujian yg sy bawa. Sy taruh di atal lemari TV. Sy hanya bisa berdoa yang terbaik, “Ya Allah, sy ingin kuliah di STAN, jika STAN adalah ang terbaik untuk kami, maka izinkanlah kami kuliah di sana Ya Allah”, sy meminta yang terbaik untuk sy dan teman-teman. Bapak, Ibu, Bapak dan Ibu Ponpes selalu menguatkan. Di saat itu ada yang harus sy lakukan yaitu segera daftar ulang di kampus sebelumnya. Pertengahan juli, sy dan Bapak ke Jakarta Utara guna Registerasi ke kampus. Pertimbangan ikut matrikulasi pada 22 Agustusnya, akhirnya sy memutuskan untuk menunggu di rumah mbak yang ada di Cikarang. Sy berusaha benar-benar menata hati. Apapun hasilnya, diterima atau tidak, insya Allah dari Allah adalah yang terbaik.

Tiga Agustus 2010, pengumuman itu keluar. Teman-teman sudah banyak yang meng-sms menanyakan pengumuman padahal sy sendiri juga belum sempat berkunjung ke warnet. Sebelum ke warnet, ada satu pesan singkat masuk ke HP “Dek No BPU mu berapa?”, belum sempat balas “04609867, bukan?”, “Selamat ya 04609867 a.n. Meini Wahyu Utami diterima”. Mas Yossi, kakak kelasku sejak SMP dan yang selama ini jadi informan primer satu-satu nya tentang STAN mengabari sy lewat SMS. Alhamdulillah, sy bersujud syukur kemudian menghubungi Bapak di rumah. Bersyukur bercampur haru, dan bingung bergabung menjadi satu. Di satu sisi sy ingin melanjutkan kuliah di STAN, namun di sisi lain sy juga sudah menandatangani MOU Beasiswa di kampus yang juga sudah sy pilih sebelumnya. Sy sholat istikharoh memohon ditunjukkan Allah yang terbaik. Yang terpikir kala itu adalah kalimat “Jika mengundurkan diri maka mengembalikan seluruh biaya yang sudah di keluarkan dari pihak Polman Astra”, hmm angka 20 juta bukanlah angka yang kecil kala itu. Allah aku berpasrah kepada Mu.

Singkat cerita, pihak kampus melalui seorang utusan yang sangat baik , semoga Allah memberkahi beliau, meminta sy untuk  membuat surat pengunduran diri beserta tanda tangan sy dan orangtua/wali di atas materai enam ribu rupiah. Allahu Akbar betapa pertolongan Allah itu amat dekat, sebelum akhirnya sy dan Bapak menandatangani surat pengunduran diri, beliau memberikan berbagai saran sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan apakah Polman Astra ataukah STAN yg sy pilih, beliau bilang “Mei, keputusan ada di tanganmu, mei mau milih sini atau milih STAN semua yang jalanin kamu”, dengan bijak beliau menyampaikan kalimat tersebut. “Bismillah pak, semoga ini menjadi yang terbaik, sy memohon maaf ya pak, sy memilih STAN”. “Oh iya ga apa-apa mei, semoga sukses ya J “. Ah Bapak itu, dan Astra, semoga sukses dan berkah.

Ke luar ruangan menuju jalan raya, sy dan Bapak istirahat sebentar. Subhanallah, kamis itu rasanya Allah mengirimkan angin yang begitu sejuk dari hari-hari sebelumnya di tengah Sunter yang cahaya sang surya subhanallah begitu teriknya. “Alhamdulillah banget ya pak J”.

Dan setelah di STAN, sy kembali meluruskan niat untuk apa sy di sini. Niat untuk beribadah kepada Allah. Dan sy semakin menyadari bahwasannya sy di STAN ini bukanlah suatu ketidaksengajaan, Allah memiliki alasan dengan menempatkan sy di sini. Di manapun kita berada ada dua kemungkinan yang bisa kita pilih, baik itu lingkungan, teman, jalan, dan lainnya. Di STAN sy menemukan teman yang luar biasa baik akhlaknya menurut kacamata sy; lingkungannya kondusif; kalau ingin memperdalam ilmu agama aksesnya tersedia dengan luasnya; banyak unit organisasi; mengasah keterampilan dengan gratis dan mudah; kalau ingin mendedikasikan diri kepada masyarakat sekitar ada TPA, lapak, dan lainnya yang bisa dipilih; tak perlu takut ketika belum punya stok pakaian yang banyak karena kuliah di STAN memakai seragam yang amat sangat sederhana, mau merk mewah boleh-boleh saja, namun tetap saja ketika sudah bercampur hampir tak ada bedanya sebab Mahasiswanya saling toleran dan menghargai tak pernah rasanya menggunjingkan masalah seraga; kalau ingin mengambil sambilan mengajar insya Allah juga banyak yang membutuhkan SDM Mahasiswa STAN. Sekali lagi lingkungan baik ataupun lingkungan buruk, sederhana atau bermewah-mewah, kita sendiri yang bisa turut menentukan, jika memang menginginkan yang baik, insya Allah akan mendapatkan yang baik.

Pengalaman yang sudah-sudah, ketika orang bertanya “Kuliah di mana mbak?”, “Sy di STAN Pak/Bu”, “Wah pasti pintar ya bisa diterima di STAN”, Kemudian kujawab “Aamiin, alhamdulillah mungkin rezeki dan cocoknya di STAN Pak/Bu”. Setiap orang dilahirkan dalam keadaan kosong, maka kita diperintahkan untuk belajar agar kita berilmu. Bukan masalah pintar dan bodoh, ketika ikhtiar dibarengi usaha, dilengkapi dengan tawakal insya Allah kita akan mendapat yang terbaik. Bukankan yang dinilai Allah adalah usaha kita? J. Dan yang perlu kita ingat bahwasanya terbaik menurut kita belum tentu terbaik menurut Allah, namun yang terbaik menurut Allah sudah tentu baik untuk kita, insya Allah, hikmah itu akan kita dapat seiring berjalannya waktu.

STAN bukanlah satu-satunya jalan untuk menggapai kesuksesan, namun bisa jadi kesuksesan kita salah satu jalannya adalah harus melalui STAN. Allah pasti akan memberikan yang pas untuk kita, kalau memang ternyata kita pas di STAN, insya Allah dengan perjuangan dan doa yang kita laksanakan, Allah akan mengabulkannya, namun ketika memang ada jalan lain yang lebih pas, itulah yang lebih baik untuk kita. Semoga dengan menyertakan Allah dalam setiap rencana baik kita, Allah akan menyertakan kita dan menyediakan yang terbaik dalam setiap rencana Nya.


(http://www.siap-stan.com/2013/11/kisah-motivasi-masuk-stan.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar